Selasa, Mei 26, 2020

1441 H, 1 Syawal tanpa Pulang Kampung

Melihat tegap gagahnya gunung Ciremai adalah hasrat ga tertahankan setiap kali pulang kampung. Berpuluh tahun bolak balik, tapi tak singgah rasa bosan. Ia bukan sekedar gunung biasa yang dilihat di keseharian, tapi Ciremai dan landscapenya adalah lukisan magis yang selalu menyambut orang-orang yang dagingnya berasal dari partikel tanah vulkaniknya, dan darahnya mengandung molekul yang berasal dari mata airnya.

Mungkin itu sebabnya anak manusia selalu rindu untuk kembali ke kampung halaman. Tempat mereka dibesarkan dengan nutrisi dan kenangan yang menyatukan mereka dengan esensi keluarga dan kehidupan. Di sana Cuma ada cinta dan kemesraan yang menjadi cetak biru kerinduan.

Tapi menurut saya ada 1 faktor penting lagi yang membuat 'ritual' pulang kampung selalu dibela dengan segala cara. Faktor tersebut adalah suasana hari Idul Fitri yang sangat sakral. Entah bagaimana dengan anda, tapi buat saya udara di pagi di hari raya Idul fitri rasanya lebih murni dibandingkan pagi selainnya. Atmosfer di hari raya tersebut mengandung kejernihan yang sukar dilukiskan kata-kata. Jangan ditanya dalilnya mana, karena sayapun belum menemukan. Tapi sungguh rasa itu ada, dan kita selalu merindukannya.

Suasana Idul fitri tersebut yang menambah intensitas kebahagiaan suasana pulang kampung. Keberkahan hari raya bersenyawa dengan kerinduan yang memuncak para insan rantau. Mungkin itu penjelasan logis kenapa orang rela berdesak2an di terminal, stasiun, dan bandara. Dulu juga saya ga keberatan berdesakan di bus ekonomi, bercampur bau keringat manusia, muntahan orang2 mabuk, aroma minyak angin cap kapak, dan wangi gorengan tahu sumedang beruap panas.

Sepertinya gunung-gunung, sungai dan sawah, kebun dan hutan, bahkan batu, suara gemerisik daun,dan aroma tanah basah di desa kampung halaman selalu berkesan. Ramah handai taulan dan macam aneka kulinernya saya yakin bikin sebagian orang yg tidak mudik tahun ini galau sampe berhari-hari setelah lebaran usai.

Semoga kesabaran dibalas pahala. Bertahun kita merayakan hari raya sekali ini dilarang mudik janganlah membuat nelangsa. Keadaan ini mesti jadi waktu untuk merenung dalam tentang hakikat hari raya. Orang Bijak berkata: Bukanlah hari raya bagi orang yang berhias diri dengan pakaian dan kendaraan, hari raya adalah bagi orang yang telah diampunkan dosanya. Bukanlah hari raya bagi orang yang makan makanan yang lezat, bersenang-senang dengan syahwat dan kelezatan, hari raya adalah bagi bagi orang yang telah diampunkan dosaya dan telah diganti kesalahannya dengan pahala dan kebaikan (al-Futuhat aulya).

Semoga tahun depan para insan rantau bisa pulang kampung ya, dengan ditambah bonus menjadi sosok yg lebih bertaqwa.

0 komentar:

Posting Komentar