Jumat, April 12, 2013

Rumah Baru Teristimewa

Alhamdulillah, hari rabu tanggal 10 April lalu adalah hari bersejarah dalam keluargaku karena bertepatan dengan akad jual beli kpr atas rumah yang aku beli. Itu artinya setelah penantian lama dan penuh perjuangan bertahun-tahun, kami akhirnya memiliki rumah kami sendiri. Memang inilah saat yang Allah tunda itu, jawaban atas doa-doa panjang aku dan istri hampir di setiap ba'da shalat.

Terbayang kembali rentetan peristiwa saat mencari-cari rumah dahulu. Sasaran pertama di tahun 2006 adalah sebuah rumah senilai 80 juta di jatihandap, daerah pemicu adrenalin (Xixixi...), nanjak jalannya jangan harap ada beca yang mau nganter ke atas, luas sekitar 7 tumbak-an. sudah ceker ayam, relatif kokoh, dan murah karena pemiliknya perlu uang. Pengalaman pertama ini lumayan cukup berkesan, bolak-balik ketemuan dan nego, tanya2 soal surat tanah, bahkan sampai pernah boncengan dgn pemiliknya ke BPN di Soreang. Jauh Brooo....Hitung-hitung uang dan ternyata masalahnya utamanya ada pada keuangan pribadi. Cape deeeh...ko sebelumnya ga ngitung2 dulu ya. Aku juga heran atas kejadian yang satu ini :). Ikhtiar berlanjut dengan survey rumah berikut harganya dengan ancang2 biaya yang saat itu sudah kami taksir. Kami pergi boncengan ke arah timur, ke arah matahari terbit. Untung nyarinya sore hari, jadi kami tidak silau terkena sinar matahari pagi :)

Dan tibalah kami di rumah murah di atas gunung. sekitar 12 tumbak, kosong, sepi, dan mirip kandang sapi. Harganya hanya 65 juta. Ada view Bandung sih, tapi engga deh. Prospek ke depan mungkin bagus. tapi masalah transportasi penting untuk dipertimbangkan saat itu. juga lokasinya jauh dari peradaban! Ada juga rumah deket jalan raya, 2 tingkat, murah ; 85 juta saja. Tapi gelap dan kayanya hampir roboh. Aku membayangkan sekiranya lagi tidur mesra bersama keluarga, tau-tau bangun berselimut kusen dan genting, juga berdarah-darah. Ngeri deeehh...

Ada juga broker yang mau mengantar. Gerilya kami ke beberapa rumah mulai dari rumah di gang sempit sampai rumah di perkomplekkan, di suatu tempat yang kami lupa namanya, saking terpencilnya :). Selain ke Bandung timur, kami juga mencari ke daerah Ledang, Parongpong, Lembang, sampai Cimahi. Untung ga sampai ke Subang. Keringat dan tenaga itu demi mendapatkan sesosok bangunan yang klop di hati aku dan istri. Rumah yang langsung berbicara ke jiwa kami. Yang kelak akan selalu memeluk hangat dan tersenyum kepada anak-anak kami. Tempat kami melabuhkan rasa lelah itu, mengusap keringat dan lalu menyegarkan kembali badan untuk berbakti kepada Tuhan.

Setelah Hanan sekolah di SDIT An-Nikmah akhirnya pikiran kami terfokus untuk mendapat rumah di sekitar sekolah itu. Termasuk pertimbangan bisnis sepatu cibaduyut juga sih :) Aku sudah masuk 3-4 rumah. 1 yang cocok, 8 tumbak, 2 tingkat, dan hanya 250 juta, sudah proses KPR, bahkan sudah lunas DP dan appraisal. Tapi Allah punya ketetepan lain. Selain ada proses yang ga sreg dgn AO KPR BRI, Pemiliknya keburu menjualnya karena perlu uang mendesak sementara ada uang kontan di hadapannya. Sementara aku sendiri tidak mau memaksa dia untuk komitmen jika sudah melampaui batas komitmen itu sendiri. Istriku menangis meski aku tetap tenang. Karena Allah punya skenario sendiri untuk kami. Dan pasti skenario Allah itu yang paling baik. Aku tidak pandai menghibur istriku, hanya bisa berdoa kepada Allah agar dia diberi kelapangan dada dan baik sangka atas takdir ini. Sebetulnya rumah tersebut punya 1 kekurangan, yaitu posisinya yang di pinggir sungai. Agak bau di bagian belakang rumah, dan sekiranya si rumah itu seperti kita, suka 'nundutan' bakat ku ngantuk, bisa-bisa ia terjengkang dan kecebur selokan. Aku membayangkan sekiranya di malam hari aku tidur mesra bersama istri lalu tiba-tiba terbangun di pagi hari  dalam kondisi basah kuyup di dasar sungai berair hitam. Weeekkss...Na'udzubillah.

Tentu aku juga survey ke komplek leuwi anyar, kawasan tempat tinggalku sendiri. Tapi harga rumah di kota sudah ga rasional. Kabupatenpun ga berbeda jauh. Keberadaan kaskus dan tokobagus lumayan membantu menambah alternatif pilihan rumah. Margahayu dan TCI sudah juga kami rambah. Sesekali malah kami keliling ke Real estate, Muara dan Singgasana Pradana. Melihat-lihat barangkali ada rumah mewah dijual seharga 200 juta. Aku sadar ini mirip mimpi di siang bolong. Tapi faktanya, kita kadang bermimpi meskipun di siang bolong :) Ternyata istriku benar, di kawasan Real estate itu ga ada rumah murah, semua nyaris di atas 1 M (M stands for 'Milyar', not 'Menstruasi'! ). Kalopun ada yang 200 juta mungkin itu bangunan pos satpam. Tapi aku malu untuk bertanya ke satpam yang ada di dalam pos-nya. Mungkin dia tidak berniat menjual pos tersebut.

Awalnya sulit menghubungi pemilik rumah. Dia tidak menjawab sms2 kami. Aku paling kesal dengan orang begitu. Dan marah kalo istri terus mengkontaknya. Sampai akhirnya sampailah pesan itu ke istri si pemilik rumah. Alhamdulilllah komunikasi dengan beliau lancar sekali, prosespun berjalan mengalir. Syarat-syarat KPR kami penuhi dalam waktu 1 hari. Saya mewanti-wanti sales manager BRI agar saya ga berurusan dengan AO yang 'lambat'. Alhamdulillah AO2 yang ada kooperatif dan bisa kerja cepat. Penjualpun keluarga muda yang ramah dan simple. Sepanjang penantian itu kami belajar untuk bertawakal hanya kepada Allah, berharap hanya kepada Allah. Karena sesungguhnya hati-hati manusia ada dalam genggaman-Nya. Proses panjang ini telah mendidik kami untuk menggantungkan harapan hanya kepada Allah, bukan kepada makhluk bernama penjual, AO, atau siapapun. Segala sesuatu terjadi atas izin dan kehendak-Nya. Apapun yang Dia tetapkan, itu adalah pasti yang terbaik menurut Ilmu dan Kebijaksanaan-Nya.

Akupun tidak lupa bertaubat. Atas pilihan yang aku pilih untuk mengambil rumah dengan cara KPR bank konvensional. Aku memohon ampun kepada Allah atas kelemahan imanku, dan ketidakmampuanku untuk memilih KPR bank syariah (karena cicilannya tinggi). Tapi tidak ada pilihan lain saat ini untuk memiliki salah satu kebutuhan pokok keluargaku, yaitu memiliki rumah. Akhirnya perasaan tenang itu datang. Rasa sakinah yang Allah tanamkan dalam hati buah dari taubat dan tawakal. seperti pasrahnya seorang bayi atas perawatan dan perlakuan sang ibu. Apapun ketentuan Allah, aku akan lega dan ridho. Berita itupun datang, di akhir Maret kpr kami di approve. Kami akad di minggu kedua April karena proses roya memakan waktu 2 minggu.

Kawan, teramat banyak orang-orang sebelum kami dan yang seangkatan dengan kami telah memiliki rumah. Bahkan rumahnya lebih mahal,lebih keren, lebih luas. Tapi cerita kami ini adalah cerita istimewa, rumahnyapun istimewa. Bagi kami segalanya istimewa. Tahukah kau kenapa ia begitu istimewa ? Satu jawabannya : Karena proses panjang ini ternyata adalah skenario Allah yang Maha Penyayang agar kami semakin mengenal, dekat, dan taat pada-Nya.

Rumah ini adalah rumah yang kelak menghapus air mata duka istriku yang telah lama bersabar tinggal di  segala keterbatasan rumah mertuanya. Rumah ini menjadi penawar rindu keluarga kami yang lelah atas bertahun-tahun mencari tempat peraduan yang serasi dengan jiwa kami. Rumah ini kelak menjadi saksi bahwa kami akan bersungguh-sungguh membangun generasi qur'ani,mencintai sunnah, hidup dalam ilmu, jihad, dan dakwah. Rumah ini yang dulu terdiam membisu padahal ia memanggil kami dalam sepi, dan kelak kami jawab dengan berbagai kebaikan yang kami tumbuhkan di dalamnya.

0 komentar:

Posting Komentar