Sabtu, Agustus 14, 2010

Menuangkan Rasa

Empat hari lewat sejak saya menulis terakhir kali di Telaga Langit. Niatnya sih waktu terakhir nulis dulu "Saya akan nulis di blog ini setiap hari!! Semangat !!" tapi yang terjadi...ee ooo eee...Telaga langit mengalami kesepian akut karena ditinggal lama oleh pemiliknya sendiri,ampyuuun.

Akan tetapi bukannya saya sengaja dan abai dari aktivitas menulis (mau bela diri). karena ternyata biar bulan ramadhan, di kantor tidak sepi dari aktivitas seperti yang saya kira sebelumnya. Ada kerjaan yang mesti dituntaskan segera dan tentu saja, saya harus memprioritaskan perhatian pada kerjaan itu karena untuk itulah saya hadir di kantor.buat kerja.bukan buat nge-blog.

Ada sih di setiap hari yang terlewat itu keinginan buat nulis di blog. tapi nulis dalam suasana penuh ketergesa-gesaan mengandung kekhawatiran jikalau tulisan yang kita buat tidak punya 'isi' sebagaimana mestinya. Khawatir kalo ketika menulis saya lupa menuangkan muatan yang seharusnya ada di sana. Bukan 'muatan' yang membuat tulisan saya bermuatan, karena saya sadar tulisan-tulisan saya ini tulisan amatiran. Muatan yang terkandung di dalamnya bukan apa-apa. Bisa jadi kosong (mudah-mudahan sih enggak kosong melompong).

Menuangkan 'muatan' dalam sebuah tulisan adalah unsur imaginer yang bersanding dengan deretan huruf-huruf yang kita susun. Sama sekali bukan 'muatan ilmiah', 'muatan sastra,atau 'muatan-muatan' lain seperti yang dipahami kebanyakan orang. Tapi yang saya maksud adalah muatan'rasa' kita sendiri (si penulis) ketika membidani rangkaian kata-kata dan kalimat saat proses penulisan itu berlangsung. Kenapa kita perlu memperhatikan 'muatan rasa' ini dalam tulisan yang kita buat?

Ya karena tulisan saya adalah tulisan saya (tulisan Anda adalah tulisan Anda). Ia adalah 'anak-anak' yang lahir dari rahim pikiran kita sendiri. Adalah kita orang yang pertama harus mampu menikmati tulisan kita sendiri persis saat ketika ia dilahirkan dan mulai tertera di layar monitor kompie kita. persetan lah dengan gramatikal, gaya bahasa, EYD, sastra, dsb. minimal selama kita berbahasia Indonesia dengan benar, dan dapat yakin orang lain bisa menangkap isi tulisan kita, maka menulislah dengan kelapangan menuangkan muatan rasa.

Menuangkan rasa dan menikmati pembuatan tulisan merupakan bekal utama bagi penulis awal agar ia percaya diri sekaligus menjadi dirinya sendiri. proses meniru gaya penulis lain memang tidak bisa dihindari. Tapi kita mau meniru, memodifikasi, atau buat gaya sendiri yang penting lakukan saja ...itulah artinya menuangkan muatan rasa. rasa menikmati, rasa ga tau malu, rasa percaya diri, dan rasa kebebasan seperti terjun dari atas awan.

Menuangkan rasa juga berarti kita biarkan ide kita mengalir seperti air sungai dari atas gunung yang selalu memaksa untuk turun ke arah laut. biarkan ia mengalir bersamaan dengan dentikan jari-jari di atas keyboard. Menuangkan rasa berarti kita menghargai diri sendiri dan buah pikiran kita sebelum ia suatu saat nanti dihargai oleh orang lain.

Sementara untuk saya sendiri...hmm...saya sih senang dengan istilah 'telaga langit'. Mendengarnya saja hati udah sejuk. Ditambah latar langit yang selalu mencetak kesan lapang dan agung. Mudah-mudahan selalu begitu buat tamu dan pembaca.

Setidaknya kita sudah berusaha mengikat ilmu dengan menuliskannya. Berbagi wawasan dengan mempublishkan tulisan. Meramaikan dunia maya dengan kesadaran.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

hehe abi.. abi..
bakat terpendam nih.. :D
tapi oke loh tulisannya
keep semangat ya! luruskan niat selalu :)

Posting Komentar