Sudah lebih dari 1 bulan saya aku tinggal di rumah, diisolasi bareng anak 4 orang dan istri. Ga cuma keluarga kami pastinya, karena inilah era social distancing. Semua orang harus melakukannya dengan suka rela. Sebab pemerintah cuma bisa kasih seruan tanpa bisa ngasih perintah sebagai kewajiban.
Social distancing ini cara kami melawan penyebaran virus Corona yang mengganas sejak akhir Februari 2020 di Indonesia. Gerakan masal yang tidak terkoordinir ini menjadi andalan buat berlindung diri secara mandiri dan kolektif melawan musuh yang ga keliatan wujud dan cirinya. Dokter dan tenaga medis buat video amatir di rumah sakit menyeru kita melakukan ini semua. Mereka pada dasarnya memohon agar kita just stay at home. Ga perlu angkat senjata buat melawan virus, ga usah demonstrasi atau mengeluarkan dana. Cukup diam di rumah. Stay at home menjad jargon yang menemani istilah social distancing. Keduanya punya arti saling melengkapi, banyak-banyak diam di ruamh, kalopun mau keluar jago-jagolah jaga jarak. Begitu kira-kira.
Apa yang dilakukan di rumah di periode ini menjadi benar-benar beda dari periode sebelumnya. Paradigma 'rumah' dan aktivitas di dalamnya terpaksa mengalami pergeseran. Jika dulu rumah dijadikan tempat istirahat, di masa stay at home rumah wajib berubah fungsi menjadi tempat kerja. Urusan kantor sejak 'diliburkan' harus dibawa ke rumah. Jadilah kerja di rumah, alias Work From Home (WFH).
Social distancing, Stay at Home, dan Work From Home sekarang menjadi istilah 'nginggris' yang familiar di telinga masyarakat era wabah Covid-19. Mungkin perlu Bahasa inggris kali ya agar terbentuk kesan penekanan pada istilah yang digunakan. Seolah lebih efektif dibanding penggunaan istilah 'pembatasan social', 'diam di rumah', dan 'kerja dari rumah'. Kesannya lebih sesuai dipake sebagai sebuah judul aktivitas. Hehehe... entahlah...tapi bukan tentang istilah itu artikel ini dibuat.
Tulisan ini inging menyoroti bab WFH. Kerja di rumah adalah sesuatu yang sangat mengubah kebiasaan kita soalnya. WFH menjadi aktivitas yang dipaksakan untuk kita lakukan tanpa waktu untuk adaptasi dan memberi pemakluman. Tanpa ada studi mendalam terkait jenis pekerjaan apa saja yang perlu dikerjakan dari rumah dan pekerjaan apa saja yang tidak bisa dikerjakan secara daring. Pokoknya, semua karyawan dirumahkan seketika surat keputusan WFH datang.
Buatku sendiri yang harus dilakukan pertama kali adalah mengubah paradigm tentang aktivitas rumah, yang asalnya paradigm tempat break/istirahat menjadi tempat work, workout, dan play en break. hehehe
ALhamdulillah tau sedikit ilmu tentang habit. Habit terbentuk oleh cue, craving, routine, dan reward. Aku pastikan cue jam 7.30 sebagai awal untuk mengisi absen dan membuka laptop. Kulakukan apa yang membuatku lega dengan mengerjakan semua urusan kantor. Kadang sampe siang urusan ini dikerjakan. Sesisa waktu banyak dipake buat nulis dan alhamdulillah bisa tidur siang :D
Kalo di kantor kita dikondisikan kerja pada lengkunga kerja (ada ruang kerja, meja kerja, teman kerja) di rumah kita mesti menyiapkan juga lingkungan kerja. Ini bisa berupa meja khusus atau kamar yang special diperuntukkan untuk kerja. Di mana saat kita duduk di sana, focus kita hanyalah kerja dan kerja. Tidak ada nonton tidak ada makan. Ini adalah cara manipulasi ruang. Selain itu ada juga usaha manipulasi waktu. Di sini saya mengambil rentang waktu yang sering beda dengan jam ngantor. Misalnya jam 6 sudah buka laptop untuk kerja, tau siang hari. Tujuannya saya memilih waktu tersebut karena saat itu saya terbebas dari gangguan anak2, lagi tidur soalnya mereka. hehehe
Aku masih terus berusaha beradaptasi sebenarnya dengan WFH ini, karena ritmenya masih terasa asing. Aku usahakan agar bisa mengambil manfaat seoptimal mungkin dengan kerja di rumah. Aku tak ingin dengan WFH malah muncul kebiasaan-kebiasaan buruk yang bisa terbawa sampai nanti, sampai jangka waktu lama. Ini bahaya. Seperti kebiasaan tidur bada shubuh lalu bangun siang, atau kebiasan begadang lalu bangun jam 10-an. Kebiasaan ngemil dan males gerak, kebiasaan nonton lama dan main lupa waktu sama anak-anak. Aku berusaha tidak berlebihan dalam segala hal, terutama disiplin dalam ibadah dan waktu-waktu produktif.
Di luar sana ada orang yang masih harus keluar rumah karena mencari nafkah. Jangan sampai kita yang diberi kelapangan dengan WFH menjadi orang yang ga bersyukur dengan melakukan aktivitas yang sia-sia. It has to be mean something. It got to be worth something.
Pengennya sih selesai WFH, selain virus hilang dari Udara, wabah menguap ke angkasa, aku berharap aku sudah bisa menyelesaikan 1 atau beberapa buah buku. Sambil jalan ini nulisnya. Mudah-mudahan aja ya :)
Senin, April 27, 2020
Posts by : Admin
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Ditunggu karyanya bro...
Posting Komentar