Syukurlah aku datang lebih awal di kelas. Sepi sudah mengepung saat aku masuk, ditambah temaram lampu yang hanya menyala di podium. Melambai dan menarik bak magnet sampai akhirnya aku menghempaskan badan di kursi fasilitator. Aneh sekali suasana ini, ketika kelas kosong melompong. Hawa mistis menyeruak kala aku merasa para peserta diklat tiba-tiba menguap dan menghilang sekejap.
Waktu di sini seolah mengalir cepat.Tak terasa berdiklat-diklat aku lalui dan dilewati tanpa sempat berkontemplasi. Ketika puluhan mata orang sepuh itu menatap aku berjam-jam, mendengarkan suaraku dalam duduk yang diam, mengikuti arah gerak tubuhku dalam harapan yang terpendam. Padahal usia mereka jauh di atasku, pengalaman mereka lebih banyak, dan taraf kehidupan mereka lebih mapan.
Skenario takdir mendudukkan aku di kursi fasilitator. Berbicara panjang agar mereka belajar, menampilkan aneka sajian agar mereka berubah, membujuk mereka agar sebagiannya tidak marah, merayu mereka agar mereka bersabar. Aku sendiri bagaimana....aku harus bisa bersikap sabar di atas segala macam sabar yang ada.
Inilah aku. Anak seorang guru yang tidak pernah mimpi jadi guru. Apalagi gurunya guru. Ilmu kependidikanpun baru dibaca kemarin sore. Lalu apa yang kulakukan di sini dengan menjadi guru dari para guru ?
Mengajar tak pelak lagi harus aku lakukan di sini. Biar ceritanya aku menjadi fasilitator, moderator, atau kolaborator. Aku kini dilihat dan disimak orang banyak. Kini aku harus hati-hati dengan pakaianku sendiri, ucapan yang keluar dari lisan, gerak-gerak ketika pegal dan kesal, ekspresi wajah dari waktu ke waktu, batuk dan garuk-garuk pun harus sedikit banyak direkayasa.
Tapi ada semangat di sini. Ada kenikmatan ketika berbaur bersama mereka....
Jumat, September 07, 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
MasyaAllah...mantab
Posting Komentar